Pemerintah tengah berupaya supaya segala perkara batasan negeri, spesialnya batas- batas laut dengan negara- negara orang sebelah dapat dituntaskan dalam tahun ini. Batasan laut terdiri atas 3 tipe, ialah batasan laut daerah ataupun teritorial, batasan landas kontinen, serta batasan zona ekonomi ekslusif( ZEE).
Laut Indonesia sendiri sedikitnya berbatasan dengan 10 negeri, serta baru 5 antara lain yang telah terdapat konvensi batasan kontinen dengan negara- negara orang sebelah yang dituntaskan secara tegas. Salah satu yang tengah dikebut penyelesaiannya merupakan ulasan permasalahan batasan maritim antara Indonesia serta Vietnam.
Terpaut perihal ini, kedua negeri telah melaksanakan sebagian kali ulasan. Hasilnya, Indonesia- Vietnam telah menyepakati perjanjian batasan landas kontinen memakai dasar Kesepakatan Hukum Laut PBB ataupun United Nations Convention on the Law of the Sea( UNCLOS) 1982.
Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia Hikmahanto Juwana memperhitungkan, konvensi ini menguntungkan Indonesia, sebab berarti Vietnam mengakui Indonesia bagaikan negeri kepulauan.” Dengan demikian prinsip Indonesia bagaikan negeri kepulauan sudah terakomodasi,” ucap Hikmahanto kepada gresnews. com, Sabtu( 12/ 3).
Ia berkata, dengan digunakannya UNCLOS 1982, secara otomatis menggugurkan konsumsi Kesepakatan Hukum Laut 1952 yang tidak mengakui Indonesia bagaikan Batas Maritim negeri kepulauan. Dengan diakuinya Indonesia bagaikan negeri kepulauan, batasan landas kontinen hendak ditarik dari pulau besar ke pulau besar( main land to main land).
” Secara geografis Indonesia diuntungkan dengan perjanjian tersebut sebab kemampuan minyak hendak lebih banyak terletak di Indonesia,” tegas Hikmahanto.
Pemerintah juga dirasa sukses merundingkan daerah yang disengketakan.” Dalam segi politik, Indonesia dinilai untung, ikatan bilateral antara RI serta Vietnam hendak terus menjadi membaik, serta hendak memperlancar kerja sama antara kedua negeri,” kata Hikmahanto.
Walaupun konvensi soal metode pandang dalam menuntaskan permasalahan perbatasan laut dengan Vietnam telah disepakati, tetapi secara totalitas kasus batasan laut antara Vietnam serta Indonesia belum dapat dikatakan berakhir. Alasannya, meski telah setuju, Vietnam memiliki standar pengukuran batasan negeri sendiri.
” Ini masih status quo,” ucap pengamat ikatan internasional Teuku Rajasya, kepada gresnews. com, Sabtu( 12/ 3).
Ia meningkatkan pemerintah memanglah dapat memandang ini bagaikan keuntungan, oleh sebab itu wajib kilat diratifikasi. Tetapi senantiasa saja Indonesia tidak dapat memaksakan pemakaian perlengkapan ukur yang dipakai kepada negeri lain.” Prinsipnya tiap negeri tentu melindungi kedaulatan negaranya,” ucapnya.
Ia berkata, dalam suatu negosiasi itu biasa terdapat tarik ulur terlebih permasalahan ini ialah negosiasi batasan daerah. Tetapi yang sangat berarti pemerintah wajib tegas dalam memastikan perlengkapan ukur batasan daerah negeri.” Jangan hingga dengan Vietnam mengenakan UNCLOS namun dengan Cina berbeda,” ucapnya.
Dalam Undang Undang No 1 Tahun 1973 tentang Batasan Landas Kontinen Indonesia( BLKI) dan UU No 17 Tahun 1985 tentang pengesahan UNCLOS, BLKI ditarik sama lebar dengan batasan ZEE( 200 mil laut) ataupun hingga dengan maksimum 350 mil laut dari garis pangkal kepulauan Indonesia. Perihal ini berlaku di segala daerah perairan Indonesia, kecuali pada segmen- segmen daerah tertentu, dimana BLK bisa diresmikan bersumber pada konvensi dengan negara- negara yang berhadapan langsung dengan Indonesia.
Terpaut perairan Natuna, tidak hanya bersinggungan dengan Vietnam, ada titik- titik yang bersinggungan dengan 3 negeri secara langsung, konvensi menimpa titik perbatasan ini dicoba lewat pertemuan trilateral.
ZEE BELUM SELESAI- Masalah batasan Zona Ekonomi Eksklusif antara Indonesia Vietnam memanglah masih jadi ganjalan dalam ulasan batasan laut antara kedua negeri. Dalam pertemuan dengan Presiden Jokowi di Miramonte Resort, Indian Wells, Amerika Serikat pertengahan Februari kemudian, PM Vietnam Nguyen Tan Dung pernah mangulas permasalahan ZEE ini.
Masih terkendalanya ulasan soal ZEE ini dibenarkan Menteri Luar Negara Retno Marsudi.” Kita telah melaksanakan negosiasi sebanyak 7 kali serta pertemuan konsultasi yang terakhir kita telah jalani pada Desember tahun 2015,” jelas Menlu.
Sebab itu, Jokowi telah membagikan instruksi biar bisa dituntaskan.” Oleh sebab itu, dalam pertemuan tadi, Presiden serta Perdana Menteri setuju supaya dicoba upaya buat memesatkan penyelesaian batasan maritim, dalam perihal ini ZEE dengan Vietnam,” ucap Retno.
Presiden Jokowi menyongsong baik hasil perundingan penentuan batasan ZEE antara Indonesia serta Vietnam pada Maret 2015 serta lebih lanjut mendesak memesatkan penyelesaian perundingan tersebut. Dalam membicarakan perbatasan dengan Vietnam memanglah terpaut pula klaim- klaim perbatasan terpaut Laut Cina Selatan.
Dalam konteks ini, kata Retno Marsudi, stabilitas serta perdamaian di Laut Cina Selatan sangat berarti maksudnya untuk Indonesia serta ASEAN. Menlu mengantarkan, bagaikan negeri yang mempunyai daerah berhadapan dengan Laut Cina Selatan, kepemilikan Indonesia atas Kepulauan Natuna telah sangat jelas.
Dengan tegas Menlu Retno menarangkan pulau terluar pada Gugusan Natuna yang dijadikan titik dasar terluar daerah Indonesia.” Pulau- pulau terluar pada Gugusan Natuna dijadikan titik dasar terluar daerah Indonesia serta sudah diresmikan dalam Deklarasi Djuanda 1957,” ucapnya.
Perihal ini cocok dengan Kesepakatan Hukum Laut 1982. Retno berkata titik dasar itu sudah didaftarkan di PBB pada 2009. Dari garis terluar tersebut, Menlu Retno menarangkan, Indonesia mempunyai tumpang tindih landas kontinen serta Zona Ekonomi Eksklusif( ZEE) dengan 2 negeri, ialah Vietnam serta Malaysia.” Batasan landas kontinen dengan Vietnam sudah dituntaskan, sedangkan batasan ZEE masih dirundingkan. Begitu pula dengan Malaysia,” tutur Menlu.
Indonesia memanglah hendak meratifikasi serta menuntaskan perbatasan laut dengan 10 negeri orang sebelah mulai dari perbatasan dengan Australia sampai negeri kecil Republik Palau yang terletak sebelah utara Maluku serta sebelah timur Kepulauan Filipina.
Cocok dasar hukum internasional ialah perjanjian ini didasari atas Kesepakatan PBB tentang batasan daerah laut( The United Nations Convention on the Law of the Sea/ UNCLOS) pada 1982, ke- 10 negeri tersebut dibedakan jadi 2 jenis utama ialah mana yang diucap negeri kepulauan serta mana yang diucap negeri daratan( kontinental).
Indonesia tergabung dengan Timur Leste, Papua Nugini, Republik Palau, Filipina serta Singapore. Sedangkan India, Australia, Malaysia, Thailand serta Vietnam bukan tercantum jenis negeri kotinental. Dengan 10 negeri ini, Indonesia hendak mengantarkan berapa luas laut yang dipunyai serta pulau- pulau yang terdapat serta masuk ke dalam daerah kedaulatan Indonesia.
Bukan tidak bisa jadi dari perjanjian ini, daerah Zona Ekonomi Eksklusif( ZEE) Indonesia hendak meningkat dari 200 mil laut jadi 350 mil laut. Tidak cuma perbatasan zona laut antar negeri, di dalam negosiasi yang hendak dipandu langsung oleh Menteri Luar Negara Retno Marsudi pula hendak dibicarakan zona daerah laut Indonesia mana yang dapat dilalui kapal- kapal asing.
Dikala ini kapal- kapal asing cuma dapat lewat 3 rute laut di Indonesia ataupun yang diucap Alur Laut Kepulauan Indonesia( ALKI) ialah Selat Makassar, Selat Sunda, serta Selat Ombaweta.