Pengajaran Bahasa Arab, terutama bagi penduduk non-Arab, menawarkan berbagai tantangan. Para guru mengajar seringkali berharap panduan buku arahan yang baik, mudah, dan cocok bersama dengan keperluan pengguna (user friendly)
Buku ini punyai pembahasan yang cukup unik, namun pas fungsi ini ditulis oleh Rafi’ el-Imad Faynan, seorang profesor Bahasa Arab berasal dari Jamia Millia Islamia, New Delhi. Metode ditulis berdasarkan temuan-temuan berasal dari pengalaman mengajarnya yang efisien sepanjang bertahun-tahun terhitung keahlian serta luasnya pemahaman penulis yang amat intens didalam belajar dan mengajarkan bahasa Arab, tidak cuma di lingkungan akademik, namun terhitung lingkungan keluarga yang amat mendukung, menyebabkan metode yang dipaparkan di sini amat memuaskan bagi sejumlah besar penduduk pengguna dan yang kursus bahasa arab terbaik. Tidak mengherankan, kalau buku ini sudah digunakan sebagai arahan belajar di berbagai negara layaknya benua Asia dan Afrika, lebih-lebih sebagian berasal dari negara Eropa dan Amerika Latin yang menggunakan Bahasa Inggris.
kasrah. Dhammah dan fathah ditulis di atas huruf, sedangkan kasrah ditulis di bawah huruf. Sedangkan sinyal vokal terdiri berasal dari tiga jenis, yaitu fathah bertemu alif (أ), kasrah bertemu ya’ mati (يْ), dan dhammah bertemu wau mati (وْ). (hlm. 14-15)
Dua diftong layaknya au pada jau, dan ai pada jai terbentuk saat fathah diikuti oleh sinyal vokal atau و dan ي. (hlm. 15)
Ada empat sinyal ortografi, yaitu sukun, tasydid, mad, dan tanwin. (hlm. 15)
Dalam bahasa Arab, kata benda dan kata sifat sanggup berupa definit (tertentu) maupun indefinit (tidak tertentu). Ketika satu huruf terdiri diberi sinyal ال, ia tidak sanggup diberi sinyal tanwin. Sedangkan, saat ال jadi awalan kata yang di awali bersama dengan empat belas huruf berikut, hurufnya tidak diuccapkan, namun dilesapkan jadi huruf ganda [Huruf Syamsiyah], di antaranya ت ث د ذ ر ز س ش ص ض ط ظ ن. Selain empat belas huruf tersebut, ل pada ال, selalu diucapkan [Huruf Qamariyah]. (hlm. 17-18)
Dalam bahasa Arab, bunyi bacaan akhir disebut تَشْكيلُ atau شَكْلُ, terdiri berasal dari nominatif (dengan dammah), akusatif (dengan fathah), dan genitif (dengan kasrah). Berdasarkan kedudukannya didalam kalimat, satu kata pada kebanyakan sanggup mempunyai tiga macam bunyi bacaan akhir atau tiga sinyal vokal. (hlm. 18)
Kata benda didalam bahasa Arab terdiri berasal dari kata maskulin dan kata feminin. Pada umumnya, huruf yang tidak punyai sinyal ة yang disebut ta’ marbuthah (ta’ mudawwarah) berupa maskulin. Sedangkan, huruf yang punyai sinyal ة berubah jadi feminin. Kata maskulin disebut sebagai مُذَكَّرٌ, sedangkan kata feminin disebut sebagai مُؤَنث. (hlm. 19)
Pada pelajaran pertama, buku ini mengulas mengenai subjek dan predikat didalam bahasa Arab. Subjek didalam bahasa Arab disebut مُبْتَدَأُ dikarenakan terdapat di depan. Sedangkan, predikat didalam bahasa Arab disebut خَبَرُ. Tanda harakat akhir untuk mubtada’ dan khabar adalah dammah. Jika subjeknya mudzakkar/maskulin maka predikatnya terhitung mesti mudzakkar, sedangkan jikalau subjeknya muannats/feminin maka predikatnya terhitung mesti muannats. (hlm. 23-24)
Kata “ini” dan “itu” disebut sebagai kata penunjuk. Kata penunjuk bermakna “ini” untuk kata maskulin adalah هَذَا, sedangkan “ini” untuk kata feminin adalah هَذِهِ. Selanjutnya, kata penunjuk bermakna “itu” untuk kata maskulin adalah ذَلِكَ, sedangkan “itu” untuk kata feminin adalah تِلْكَ. Kecuali, kata benda yang ditunjuk definit (tertentu) mesti ditambah bersama dengan ال. Kata penunjuk layaknya ini dinamakan اِسْمُ الإِشَارَةِ, sedangkan kata yang ditunjuk dinamakan المُشَارُ إلَيْهِ. (hlm. 24)
Pada pelajaran kedua, buku ini mengulas mengenai kata depan didalam bahasa Arab. Kata depan didalam bahasa Indonesia terbagi jadi lima, yaitu di, ke, dari, pada, untuk, dengan, dll. Sedangkan, kata depan didalam bahasa Arab disebut حَرْفُ الْجَرِّ. Isim (kata benda) didalam bahasa Arab sanggup diberi tiga macam harakat bunyi akhir (tergantung kedudukannya didalam kalimat), namun tanpa merubah arti.Tanda harakat bunyi akhir untuk isim yang terdapat setelah حَرْفُ الْجَرِّ adalah kasrah. Isim yang mendapat bunyi akhir kasrah disebut مَجْرُوْرٌ, bermakna “isim yang di-jar-kan/dikenai peraturan huruf jar). Jenis-jenis huruf jar pada lain : فِي، إِلَى، عَلَى، مِنْ، لِ، مَعَ، بِ، حَتَّى، مُنْذُ، عَنْ، كَ. Pengecualian tasykil majrur : didalam bahasa Arab, sebagian besar nama-nama perempuan yang lazim/tertentu (misalnya : سُعَادُ، فَرِيدةُ، فَاطِمَةُ) tidak diberi harakat bunyi akhir berupa tanwin atau kasrah, namun diberi harakat fathah. (hlm. 27-28)
Pada pelajaran ketiga, buku ini mengulas mengenai subyek di akhir dan predikat di depan didalam bahasa Arab. Dengan kata lain, definit didalam bahasa Arab adalah partikel yang menyebabkan kata mesti diletakkan di depan, namun didalam kaidah bahasa Indonesia tidak demikian. (hlm. 33)
Pada pelajaran keempat, buku ini mengulas mengenai kata tukar didalam bahasa Arab. Kata tukar didalam bahasa Arab disebut الضَّمِيرُ, jamaknya الضَّمَائِرُ. ضَمِيرُ didalam bahasa Arab dibagi jadi dua, yaitu dhamir munfasil dan dhamir muttasil. Dalam bahasa Indonesia, kata layaknya dia, kamu, saya, dll. disebut sebagai kata tukar nominal, sedangkan didalam bahasa Arab disebut dhamir munfasil dan syakalnya tidak berubah (tetap), yaitu : هُوَ (dia laki-laki), هِيَ (dia perempuan), أَنْتَ (kamu laki-laki), أَنْتِ (kamu perempuan), dan أَنَا (saya). Dalam bahasa Indonesia, kata layaknya [milik]-ku, kau, mu, dan nya, disebut kata tukar milik/empunnya. Dalam bahasa Arab disebut dhamir muttasil. Dhamir muttasil ini ditulis serangkai sebagai akhiran. Sebuah kata yang berakhiran dhamir muttasil tidak sanggup diberi sinyal tanwin atau sinyal definit ال. (hlm. 35)
Dhamir muttasil ini mempunyai syakal yang tetap, jikalau untuk kata “[milik]-nya (laki-laki) yang jadi هُ. Misalnya, هُ ([milik]-nya laki-laki), هَا ([milik]-nya perempuan), كَ ([milik]-mu laki-laki), كِ ([milik]-mu perempuan), dan ي ([milik]-ku (laki-laki/perempuan). (hlm. 36-37)
لِ, syakal-nya berubah jadi fathah saat jadi awalan لَهُ, layaknya لَهُ (untuknya-laki-laki), لَهَا (untuknya-perempuan), لَكَ (untukmu-laki-laki), dan لَكِ (untukmu-perempuan). Tetapi selalu kasrah jikalau di awali bersama dengan dhamir muttasil ي, yaitu selalu jadi لِي. (hlm. 37)
Pada pelajaran kelima, buku ini mengulas mengenai kalimat yang punya kandungan makna ‘kepemilikan’ didalam bahasa Arab. Kata sebelum saat [milik] disebut مُضَافُ (dimiliki). Mudhaf tidak sanggup diberi tanwin/nunasi dan sinyal definit ال, namun sanggup diberi ketiga harakat bunyi akhir (dammah, kasrah, dan fathah). Meskipun mudhaf tidak sanggup diberi sinyal definit ال, namun mudhaf terhitung kata yang definit dikarenakan jadi punya berasal dari suatu hal atau seseorang. Sedangkan kata yang terdapat setelah [milik] disebut مُضَافُ إِلَيْهِ, pemilik dan syakal-nya adalah kasrah. Jika mudhaf ilaih-nya berupa nama perempuan khusus layaknya فَاطِمَةُ maka syakal-nya jadi fathah tanpa tanwin, sebagaimana nama-nama atau kata tidak sanggup terima kasrah atau tanwin. (hlm. 40-41)
Pada pelajaran keenam, buku ini mengulas mengenai kata sifat dan kata yang diberi sifat didalam bahasa Arab. Misalnya, kata ‘baru’ didalam bahasa Indonesia merupakan kata sifat, sedangkan didalam bahasa Arab dinamakan صِفَةٌ. Contoh lain, ‘Pena’ didalam bahasa Indonesia merupakan kata benda yang diberi/diacu oleh kata sifat, sedangkan didalam bahasa Arab disebut مَوْصُوْفٌ. Dalam bahasa Indonesia, kata sifat kebanyakan terdapat di belakang/sesudah kata yang diberi atau diacu oleh kata صِفَةٌ, demikian pula didalam bahasa Arab, مَوْصُوْفٌ diletakkan di depan atau lebih pernah sebelum saat صِفَةُ. (hlm. 45-46)
Pada pelajaran ketujuh, buku ini mengulas mengenai kalimat bentuk lampau, pelaku, dan objek didalam bahasa Arab. Kata kerja bentuk lampau didalam bahasa Arab disebut فِعْلُ الْمَاضِ, yaitu untuk menunjukkan peristiwa/kejadian yang sudah berlangsung sebelumnya. Bahasa Arab punyai pola kata kerja yang menunjukkan pas bersama dengan sendirinya tanpa tambahan info apapun, sedangkan bahasa Indonesia tidak punyai pola kala/waktu didalam kalimat supaya ditambah kata info layaknya telah, sudah, dll. Orang yang melaksanakan peristiwa disebut فَاعِلٌ (subjek, pelaku), sedangkan objeknya dinamakan مَفْعُوْلٌ. Untuk fiil madhi hingga bersama dengan fiil nahi, pola pemanfaatan kata kerja didalam bahasa Arab tidak serupa bersama dengan pola pemanfaatan kata kerja didalam bahasa Indonesia. Fiil madhi mempunyai 14 konjugasi (14 pola) yang disesuaikan bersama dengan gender kata dan kuantitas pelaku (fa’il)-nya. (hlm. 51-53)
Pada pelajaran kedelapan, buku ini mengulas mengenai kalimat bentuk kini didalam bahasa Arab. Kata kerja bentuk kini didalam bahasa Arab disebut فِعْلُ الْمُضَارِعُ. Fiil mudhari menunjukkan kejadian yang sedang berlangsung pas ini. Sebagaimana halnya fiil madhi, fiil mudhari terhitung punyai 14 konjugasi. Namun, konjugasi fiil mudhari pada awalan dan akhiran tertentu, serta penulisan bersambung dan terpisah dipergunakan untuk menunjukkan kuantitas dan gender kata. (hlm. 61-62)
Pada pelajaran kesembilan, buku ini mengulas mengenai kalimat perintah didalam bahasa Arab. Kata kerja yang menunjukkan perintah atau berharap seseorang untuk melaksanakan suatu hal disebut فِعْلُ الأَمْرِ. Fiil amri merupakan turunan berasal dari fiil mudhari. Jika huruf kedua fiil mudhari berharakat sukun, alif merupakan awalan berasal dari fiil amri. Awalan alif ini cuma mendapat dua harakat, yaitu dammah atau kasrah. Jika huruf ketiga fiil mudhari berharakat dammah maka harakat alif mulanya adalah dammah, jikalau huruf ketiganya bukan dammah maka harakat alif mulanya adalah kasrah. Huruf akhir berasal dari fiil amri berharakat sukun. Konjugasi untuk fiil amri dan fiil nahi tersedia enam macam bersama dengan sedikit perbedaan pada harakat akhirnya, jikalau pada kata perintah layaknya تَعَالَ (datanglah!) dan هَاتِ (ambillah!) yang cuma mempunyai bentuk fiil amri, tidak punyai turunan kata kerja berasal dari fiil mudhari atau fiil madhi dikarenakan didalam dua kata perintah selanjutnya dinamakan اِسْمٌ فَاعِلٌ (kata benda perintah), namun orang Arab menggunakannya sebagai kata kerja perintah. Awalan alif pada fiil amri sebetulnya adalah hamzah wasal (hamzah penghubung) dikarenakan pada dasarnya tidak diucapkan/dilafalkan jikalau didahului oleh konsonan, kalau وَآقْرَأْ كِتَابَكَ (dibaca waqra’ bukan wa iqra’) yang bermakna “Dan bacalah bukumu!”. Harakat sukun pada huruf terakhir fiil amri diubah jadi kasrah kalau fiil amri diikuti kata benda bersama dengan ال layaknya pada إِقْرَإِ الدَّرْسَ (iqra’id-darsa, bukan iqra’ad-darsa). Hal ini dijalankan untuk melancarkan pelafalan dan menjauhi pemenggalan/terputusnya pengucapan. Pada kedudukan kalimat selanjutnya harakat yang diperbolehkan cuma kasrah. (hlm. 68-71)
Pada pelajaran kesepuluh, buku ini mengulas mengenai kalimat larangan/negasi berasal dari kalimat perintah didalam bahasa Arab. Kalimat larangan didalam bahasa Arab disebut فِعْلُ النَّهْيِ. Kata kerja ini bermanfaat untuk menghindar suatu tindakan. Fiil nahi merupakan turunan berasal dari fiil amri. Pada fiil nahi, harakat bunyi akhirnya terhitung sukun. Konjugasinya cuma enam sebagaimana pada fiil amri. (hlm. 75-76)
Pada pelajaran kesebelas, buku ini mengulas berbagai makna tata bahasa yang amat mutlak didalam bahasa Arab, di antaranya نَكِرَةٌ (kata benda tak tentu/indefinit), مَعْرِفَةٌ (kata benda tentu/definit), مُعْرَبٌ (kata benda yang berubah), مَبْنِيٌّ (kata benda yang tidak berubah dengan kata lain tetap), جُمْلَةُ الإِسْمِيَّةُ (kalimat nominal), جُمْلَةُ الْفِعْلِيَّةُ (kalimat verbal), حُرُوْفُ الْعَطْفِ (kata sambung/kata penghubung), أَسْمَاءُ الإِشَارَةِ (kata penunjuk), فِعْلُ الثُّلَاثِيُّ الْمُجَرَّدُ (kata kerja dasar tiga huruf), أَدَوَاتُ الإِسْتِفْهَامِ (kata tanya), أَيُّ dan أَيَّةُ (yang mana?), جِدًّا (sangat), حُرُوْفُ النَّفْيِ (kata negasi), حُرُوْفُ النِّدَاءِ dan مُنَادَى (kata panggilan), حُرُوْفُ الإِسْتِقْبَالِ (kata untuk menunjukkan suatu hal yang bakal datang), أَدَاةُ التَّعْرِيفِ (tanda definit), أَيْضًا (juga/pula), مَمْنُوْعُ مِنَ الصَّرْفِ (kata benda yang tidak mendapat syakal kasrah atau tanwin), فِعْلُ اللَّازِمُ (kata kerja intransitif/tidak berobjek), فِعْلُ المُتَعَدِّي (kata kerja transitif/berobjek), قَدْ (sesungguhnya), لَا (tidak) dan نَعَمْ (ya), أَسْمَاءُ الْخَمْسَةُ (lima kata benda khusus), الْمُؤَنَّثُ السَّمَاعِيُّ (kata yang diakui feminin didalam pemanfaatan bahasa sehari-hari), عِنْدَ (punya), هَمْزَةِ الْوَصْلِ (hamzah penghubung), مَصْدَرٌ (kata kerja infinitif/isim yang menyerupai fi’il), اَلِفُ المَقْصُوْرَةُ (alif yang dipendekkan), وَقْتٌ (waktu/jam), dan الشُّهُوْرُ (bulan). (hlm. 79-117)
Pada pelajaran kedua belas, buku ini mengulas mengenai kata kerja bahasa Arab yang diakui lemah. Di sini terdapat perbedaan bentuk madhi dan mudhari’ dan terdiri berasal dari tiga buah huruf yang disebut hutuf ‘illat, yaitu ا و ي. Kata kerja layaknya كَتَبَ merupakan kata kerja yang kuat (صَحِيْحٌ) dikarenakan ketiga huruf penyusunnya tidak tersedia yang berupa huruf ‘illat. Kata kerja yang mempunyai huruf ‘illat merupakan kata kerja yang lemah, baik kata kerja yang berada di awal, sedang maupun akhir. Misalnya, قَالَ – يَقُوْلُ. Huruf illat syakal-nya diakui sukun dan tidak bersuara. Jadi, huruf ي pada kata depan layaknya فِي، إِلَى، عَلَى tidak diucapkan. Terdapat sedikit pergantian atau penyesuaian konjugasi kata kerja yang punyai huruf ‘illat. Alasannya bahwa didalam bahasa Arab tidak diperbolehkan memadukan dua sinyal sukun atau disebut إِجْتِمَاعُ السَّاكِنَيْنِ. Ketika dua sinyal sukun jadi satu, yang ‘lemah’ (mu’tal) di pada keduanya mesti dihilangkan dikarenakan pergantian konjugasi pada fiil mu’tal yang sering digunakan tersedia delapan bentuk. (hlm. 119-120)
Pada pelajaran ketiga belas, buku ini mengulas mengenai info pas didalam bahasa Arab atau yang dikenal bersama dengan makna ظَرَف زَمَانِ. Dalam bahasa Arab, kata info layaknya “[pada] pagi hari” sanggup diungkapkan bersama dengan dua langkah : bersama dengan menggunakan kata depan, layaknya فِي الصَّبَاحِ, yang berharakat kasrah atau tanpa kata depan yang berharakat fathah layaknya صَبَاحًا. Kata صَبَاحًا disebut zharaf zaman atau info waktu. Tidak tersedia perbedaan makna pada kedua kalimat tersebut, yaitu فِي الصَّبَاحِ dan صَبَاحًا. Kebanyakan, zharaf zaman berharakat fathah, cuma sedikit yang tidak. Zharaf zaman yang banyak digunakan, di antaranya : اليَوْمَ (hari ini), غَدًا (besok), اَمْسِ (kemarin), ظُهْرًا (sore), مَسَاءً (petang), لَيْلًا (malam), نَهَارًا (sepanjang hari), dan أَحْيَانًا (kadang-kadang). Sedangkan zharaf zaman yang berperan sebagai mudhaf, yaitu قَبْلَ (sebelum), بَعْدَ (sesudah), خِلَالَ (selama), كُلَّ يَوْمٍ (setiap hari), كُلَّ أُسْبُوْعٍ (setiap minggu), كُلَّ شَهْرٍ (setiap bulan), كُلَّ عَامٍ (setiap tahun), dan ذاتَ يَوْمٍ (suatu hari). Kemudian, zharaf zaman yang berperan sebagai shifat dan maushuf, yaitu أُسْبُوْعِ الْقَادِمَ (minggu depan), أُسْبُوْعِ الْمَاضِيَ (minggu lalu), شَهْرَ الْقَادِمَ (bulan depan), dan عَامَ الْقَادِمَ (tahun depan). (hlm. 164-166)
Pada pelajaran keempat belas, buku ini mengulas mengenai info daerah didalam bahasa Arab atau yang dikenal bersama dengan makna ظَرَف مَكَانِ. Kecuali pada huruf jar, sebagian besar zharaf makan berharakat fathah, layaknya فَوْقَ (di atas). Sebagian besar zharaf makan berupa mudhaf. Oleh dikarenakan itu, kata benda sesudahnya yang jadi mudhaf ilaih, berharakat kasrah. Beberapa zharaf makan yang berperan sebagai mudhaf, yaitu تَحْتَ (di bawah), خَلْفَ (di belakang), وَرَاءَ (di belakang/di balik), أَمَامَ (di depan), قُرْبَ (dekat), فَوْقَ (di atas), بَيْنَ (di antara), dan بِجِوارِ (di samping). Sedangkan zharaf makan yang berupa mabni adalah هُنَا (di sini), dan هُنَاكَ (di sana). (hlm. 169-170)
Pada pelajaran kelima belas, buku ini mengulas mengenai fi’il yang mempunyai huruf berulang yang disebut bersama dengan فِعْلُ الْمُضَاعَفُ. Fi’il mudhaaf adalah kata kerja yang huruf kedua atau ketiganya, kalau pada kata مَرَّ. Jika dua huruf bersama dengan syakal yang serupa terlihat berurutan, tidak ditulis secara terpisah layaknya ini مَرَرَ, namun diberi sinyal syaddah sebagaimana yang digunakan pada مَرَّ dan يَمْرُرُ jadi يَمُرُّ. Beberapa fi’il mudha’af yang banyak digunakan, yaitu دَقَّ – يَدُقُّ (mengetuk), فَرَّ- يَفِرُّ (melarikan diri), مَرَّ – يَمُرُّ (lewat), شَنَّ- يَشُنُّ (meluncurkan), dan شَمَّ – يَشُمُّ (membaui). (hlm. 174-175, dan hlm. 177)
Pada pelajaran keenam belas, buku ini mengulas mengenai bentuk dual dan penerapannya didalam Kalimat Idhafi berbahasa Arab. Sebelum bahasan yang keenam belas, seluruh kata yang sudah aku pelajari masih didalam bentuk مُفْرَدٌ (tunggal), layaknya ‘seorang anak laki-laki’. Orang atau benda yang berjumlah dua layaknya ‘dua orang anak laki-laki’ disebut مُثَنَّى (dual). Untuk kata yang berharakat akhir dammah : tambahan akhiran alif dan nun yang bertanda syakal kasrah pada kata الْوَلَدِ, menyebabkan kata yang semula bermakna mufrad (tunggal) selanjutnya jadi bermakna al-mutsanna (dual). Jika الْوَلَدُ bermakna ‘seorang anak laki-laki’ maka الْوَلَدَانِ bermakna ‘dua orang anak laki-laki’. Jadi, الْوَلَدَانِ adalah bentuk dual bersama dengan dammah, yang sanggup Anda pergunakan sebagai subjek, predikat atau fail dan bentuk lain yang bertanda dammah. Untuk kata yang berharakat akhir fathah dan kasrah : supaya jadi مُثَنَّى diberi tambahan akhiran ي dan نِ pada kata الْوَلَد supaya jadi الْوَلَدَيْنِ. Jika bentuk al-mutsanna ini jadi mudhaf layaknya : ‘dua anak laki-laki Majid’ maka nun-nya dihilangkan jadi وَلَدَا مَاجِدٍ atau وَلَدَيْ مَاجِدٍ. INGAT! Jika tersedia kata kerja yang mendahului fa’il yang al-mutsanna, penggunaannya yang lazim adalah bersama dengan menyebabkan kata kerjanya mufrad, namun jikalau fa’il-nya yang mendahului (terletak di depan) kata kerja maka kata kerjanya terhitung mesti mutsanna. Jika subjeknya al-mutsanna maka predikatnya terhitung mesti al-mutsanna bersama dengan alif dan nun. Untuk maushuf yang al-mutsanna maka shifat-nya terhitung mesti al-mutsanna. (hlm. 180-182)
Pada pelajaran ketujuh belas, buku ini mengulas mengenai bentuk plural/jamak khusus didalam bahasa Arab. Dalam bahasa Indonesia, untuk merubah suatu kata yang tunggal jadi jamak (plural) adalah bersama dengan mengulang-ulang kata selanjutnya atau menambah kata info layaknya “para”, “beberapa”, dsb. Misalnya ‘murid’ jadi ‘murid-murid’ atau ‘para murid’, atau ‘beberapa murid’. Dalam bahasa Arab, langkah untuk merubah satu kata tunggal jadi jamak (plural) cukup tidak serupa bersama dengan bahasa Indonesia dikarenakan tidak diulang atau tidak diberi tambahan info layaknya “para”, dsb. namun bersama dengan merubah pola harakat katanya (wazan). Ada yang ikuti pola-pola khusus tersedia yang arbitrer (tidak ikuti pola yang baku, namun berdasarkan kelaziman penggunaannya didalam pemanfaatan bahasa). Kata benda jamak ini disebut جَمْعُ المُكَسَّرُ yang bermakna bentuk jamak yang ‘rusak/tak beraturan’ dikarenakan sudah ‘merusakkan’ bentuk kata benda tunggalnya tanpa peraturan tertentu. Misalnya, pada kata tunggal سَفِيْرٌ yang di-‘rusak’ jadi سُفَرَاءُ pada bentuk jamaknya, yaitu bersama dengan melenyapkan huruf ketiganya : ى dan memasukkan alif dan hamzah di akhir kata. Atau pada kata benda tunggal اِمْرَأَةٌ (perempuan) yang diubah secara total dan pada bentuk jamaknya jadi نِسَاءٌ (perempuan-perempuan). INGAT! Bahwa peraturan bentuk jamak untuk yang berakal/manusia (لِلْعَاقِلِ) tidak serupa untuk jamak yang tidak berakal/bukan manusia (لِغَيْرِ الْعَاقِلِ) – benda, binatang, dsb. Bentuk jamak untuk yang berakal لِلْعَاقِلِ)), yaitu pertama, predikat untuk subjek yang jamak mesti jamak juga. Kedua, jikalau kata kerja mendahului fa’il, kata kerja selanjutnya selalu didalam bentuk tunggal. Ketiga, jikalau fa’il-nya mendahului kata kerjanya maka keduanya mesti berupa jamak. Keempat, jikalau maushuf-nya jamak, shifat-nya terhitung jamak. Sedangkan bentuk jamak untuk yang tidak berakal (لِغَيْرِ الْعَاقِلِ) adalah : Pertama, subjek jamak bakal mendapat predikat feminin tunggal. Kedua, fa’il jamak yang tidak berakal, kata kerjanya berupa feminin tunggal. Ketiga, shifat untuk jamak yang tidak berakal adalah feminin tunggal. (hlm. 188-193)
Pada pelajaran kedelapan belas dan kesembilan belas, buku ini sejatinya mengulas mengenai bunyi maskulin dan feminin plural/jamak didalam kalimat idhafi. Dalam pembahasan sebelumnya, kata bentuk jamak ini adalah kata bentuk jamak yang tidak ikuti peraturan khusus (al-jam’ul-mukassar) dimana suatu kata bentuk tunggal sanggup dirusak, dihapus, atau ditambah bersama dengan huruf lain. Dalam bahasa Arab, tersedia pula kata benda maskulin yang cuma butuh tambahan akhiran dua huruf khusus untuk merubah berasal dari tunggal jadi jamak dikarenakan tidak tersedia anggota yang di-‘rusak’, kata berupa jamak selanjutnya disebut sebagai jamak maskulin yang ‘selamat’. Dalam bahasa Arab, bunyi maskulin plural disebut جَمْعُ المُذَكَّرُ السَّالِمُ, sedangkan bunyi feminin plural disebut جَمْعُ المُؤَنَّثُ السَّالِمُ. Dalam gender maskulin; untuk dammah, و dan ن bersama dengan fathah, yang ditambahkan sebagai akhiran pada kata maskulin tunggal. Huruf و di sini tandanya dammah, sedangkan ن dan fathah-nya tidak diperhitungkan. Kemudian untuk fathah dan kasrah, ي dan ن bersama dengan fathah, yang ditambahkan sebagai akhiran pada kata maskulin tunggal. Huruf ن di sini tandanya fathah dan/atau kasrah, sedangkan ن dan fathah-nya tidak diperhitungkan. Berikutnya, didalam gender feminin; untuk dammah, ا dan ت bersama dengan dammah, yang ditambahkan sebagai akhiran setelah sinyal ة pada kata feminin tunggal. Kemudian untuk fathah dan kasrah, ا dan ت bersama dengan kasrah ditambahkan sebagai akhiran pada kata bentuk tunggal. Berbeda bersama dengan jama’ mudzakkar salim, bentuk jama’ muannats salim pada kalimat idhafi tidak tersedia yang dihapus. Pola kata benda tunggal yang terhitung jama’ mudzakkar salim, yaitu مُسَافِرٌ (pengembara), مُحَاضِرٌ (pengajar/dosen), إِسْرائِيليٌّ (orang Israel), أَمْرِيكِيٌّ (orang Amerika), مُوَاطِنٌ (penduduk), دِبْلُومَاسِيٌّ (diplomat), بَاكِسْتَانِيٌّ (orang Pakistan), سَائِقٌ (sopir), حَمَّالٌ (pengangkut barang), اِرْهَابِيٌّ (teroris), سِيَاسِيٌّ (politisi), مُقَاتِلٌ (petarumg/pejuang), عَسْكَرِيٌّ (orang Palestina, orang militer). Pola kata benda tunggal yang terhitung jama’ muannats salim, yaitu مَكْتَبَةٌ – مَكْتَبَاتٌ (perpustakaan-perpustakaan), طَائِرَةٌ – طَائِرَاتٌ (pesawat-pesawat), صَفْحَةٌ – صَفْحَاتٌ (halaman-halaman), كُلِيَّةٌ – كُلِّيَّاتٌ (kampus-kampus), ثَلَّاجَةٌ – ثَلَّاجَاتٌ (kulkas-kulkas), سَاعَةٌ – سَاعَاتٌ (jam-jam), جَامِعَةٌ – جَامِعَاتٌ (universitas-universitas), صَيْدَلِيَّةٌ – صَيْدَلِيَّاتٌ (toko-toko obat), فَلَّاحَةٌ – فَلَّاحَاتٌ (petani-petani perempuan), كُرَّاسَةٌ – كُرَّاسَاتٌ (buku-buku catatan), طِفْلَةٌ – طِفْلَاتٌ (anak-anak), مَجَلَّةٌ – مَجَلَّاتٌ (majalah-majalah), زُجَاجَةٌ – زُجَاجَاتٌ (botol-botol), مُمَرِّضَةٌ – مُمَرِّضَاتٌ (perawat-perawat), عُطْلَةٌ – عُطْلَاتٌ (hari-hari libur). Sedangkan pola kata benda jama’ muannats salim yang kata bentuk tunggalnya maskulin adalah بَيَانٌ – بَيَانَاتٌ (penjelasan-penjelasan), خِطَابٌ – حِطَابَاتٌ (surat-surat), مُسْتَشْفَى – مُسْتَشْفَيَاتٌ (rumah sakit-rumah sakit). (hlm. 201-204 dan hlm. 207-209)
Pada pelajaran terakhir, buku ini mengulas mengenai kata kerja pasif didalam bahasa Arab atau yang dikenal bersama dengan فِعْلُ المَجْهُوْلُ. Pada kalimat : “Orang itu sudah membunuh (قَتَلَ الرَّجُلُ), kata kerja قَتَلَ merupakan kata kerja aktif yang disebut فِعْلُ المَعْرُوْفُ. Sedangkan pada kalimat : “Orang itu sudah dibunuh (قُتِلَ الرَّجُلُ) merupakan kata kerja pasif yang disebut فِعْلُ المَجْهُوْلُ. Kata “orang [itu]” pada kalimat selanjutnya merupakan نَائِبُ الفَاعِلِ. Syakal-nya berharakat dammah. Untuk membentuk kata kerja pasif pada fi’il madhi dijalankan dua pergantian berasal dari bentuk aktif kata kerja : قَتَلَ, yaitu huruf pertamanya dammah, huruf kedua berasal dari belakangnya berharakat kasrah supaya jadi قُتِلَ (Ia sudah dibunuh). Di sini tidak terdapat terjemahan untuk ‘telah’. INGAT! Hanya kata kerja berobjek (fiil muta’addi) yang sanggup terima maf’ul layaknya قَتَلَ، فَتَحَ، أَخَذَ yang sanggup diubah jadi فِعْلُ المَجْهُوْلُ. Kata kerja tidak berobjek (فِعْلُ اللَّازِمُ) layaknya ذَهَبَ tidak pernah diganti jadi ذُهِبَ dan يُذْهَبُ, namun selalu jadi يَذْهَبُ. قُتِلَ pada fiil madhi dan يُقْتَلُ pada fiil mudhari mempunyai akhiran dan awalan yang serupa sebagai kata kerja aktif. Untuk menegasikan kara kerja pasif digunakan مَا pada fiil madhi dan لَا pada fiil mudhari. Contoh bentuk pasif berasal dari fiil mu’tal, yaitu قِيلَ – يُقَالُ (telah dikatakan), بِيعَ – يُبَاعُ (telah dijual), نِيلَ – يُنَالُ (telah diterima), دُعِيَ – يُدْعَى (telah dipanggil), طُوِيَ – يُطْوَى (telah dilipat), وُجِدَ – يُوجَدُ (telah ditemukan). (hlm. 212-214)
Kelebihannya adalah materi yang disediakan didalam buku ini disusun secara bertahap supaya memandu pembaca langkah demi langkah jadi berasal dari susunan yang simpel menuju kepada susunan yang lebih rumit (kompleks). Pada tahapan yang kompleks ini, pembaca bakal amat butuh basis atau landasan yang kuat berasal dari materi-materi dasar sebelumnya. Buku arahan bahasa Arab ini terhitung berperan mutlak didalam kesuksesan belajar, lebih-lebih bagi mereka yang ingin melaksanakan pembelajaran secara mandiri. Buku yang sanggup merangkum seluruh keperluan pembaca bersama dengan pas dan jelas, serta menyampaikan isi kandungannya secara efisien bakal membantu sistem pembelajaran bahasa ini jadi lebih baik.
Kekurangannya adalah materi yang disediakan didalam buku ini agak membingungkan, tidak pas atau tidak ‘logis’ terutama pada pembahasan materi dasar supaya pembaca bakal kehilangan stimulus belajar atau jadi tidak mengetahui serta tidak mengetahui bahasan-bahasan setelah itu bersama dengan baik.
Jadi, sasaran buku ini ditujukan kepada barang siapa yang ingin mempelajari bahasa Arab jadi berasal dari awal hingga akhir supaya sanggup mengandalkan buku ini sebagai tidak benar satu pedoman utama. Buku ini dirancang supaya pembaca sanggup memahaminya bersama dengan gampang lebih-lebih oleh pembaca pemula dikarenakan isinya memuat materi dasar tata bahasa Arab yang praktis dan sanggup digunakan sebagai landasan yang amat baik untuk pemahaman yang lebih komprehensif pada tingkat lanjut (ahli).
Tujuan yang sanggup dicapai oleh seorang analis bahasa Arab adalah mahasiswa/i sanggup menganalisis fenomena bahasa Arab dan bahasa lokal bersama dengan menggunakan teknologi yang relevan, mahasiswa/i sanggup berkomunikasi dan bertatakrama bersama dengan bahasa Arab secara baik dan benar, mahasiswa/i mesti beradaptasi hadapi fenomena bahasa Arab dan bahasa lokal yang berlangsung pas ini serta beri tambahan usulan penyelesaian problematika kehidupan berdasarkan data yang ada.
Tujuan yang sanggup dicapai oleh seorang analis sastra Arab adalah mahasiswa/i mesti untuk menganalisis karya sastra, baik sastra Arab maupun sastra lokal bersama dengan menggunakan teknologi yang relevan. Mahasiswa/i sanggup mengapresiasi, menilai, dan menciptakan karya sastra Arab dan karya sastra lokal secara efektif, efisien, dan santun berbasis khazanah lokal Islam pada 2025.
Sedangkan, untuk jadi praktisi penerjemahan bahasa Arab tingkat madya, mahasiswa/i mesti adanya pemahaman teori penerjemahan serta sanggup menerjemahkan literatur berbahasa Arab ke didalam bahasa sasaran maupun sebaliknya, baik secara lisan maupun tulisan. Mahasiswa/i sanggup menganalisis teks-teks terjemahan berasal dari bahasa Arab ke didalam bahasa sasaran (misalnya, berasal dari bahasa Arab ke bahasa Inggris), dst. serta sanggup untuk memublikasikan hasil terjemahan yang sanggup dipertanggungjawabkan bersama dengan menggunakan teknologi yang relevan.